Suka tidak suka tetap diakui bahwa kemerdekaan Indonesia diraih berkat pertempuran dahsyat para laskar bersenjata bangsa ini. Para pejuang rela mengorbankan air mata, darah bahkan nyawa. Pada 1945, mereka mengusir penjajah yang akan mencengkeramkan lagi kuku kolonialnya. Namun, seperti apa kondisi para pejuang yang kini masih hidup, apakah mereka menikmati indahnya kemerdekaan. Ataukah mungkin malah terjajah dengan rezim dan elite politik?
Gugur dalam perang adalah kehormatan. Bertahan dan hidup dalam menuntaskan peperangan melawan penjajah adalah suatu kebanggaan. Itulah ungkapan yang dilontarkan para pejuang negeri yang kini masih mengenyam masa tua. Gelar Veteran Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia, nampaknya bukanlah suatu kebanggaan bagi ribuan pejuang negeri yang kini masih hidup.
Terhadap mereka ini diberi gelar Veteran Pembela Kemerdekaan Republik Indonesia dan kesemuanya terhimpun dalam Legiun Veteran RI (LVRI). Rintihan hati masih membayangi hari-hari para pejuang negeri itu.
Dikeluarkannya Peraturan Presiden No 24/2008 tertanggal 8 April 2008 dalam hearing Macab LVRI Kota Bogor dan Komisi VIII DPR RI, pada 30 Agustus 2006, tentang pemberian dana kehormatan bagi para veteran nampaknya juga belum menjadi angin segar para mantan-mantan pejuang negeri.
Pemerintah hanya memberikan dana kehormatan veteran sebesar Rp250.000 terhitung mulai 1 Januari 2008. Dana kehormatan ini jelas lebih kecil dari gaji pembantu rumah tangga (PRT). Di sisi lain, anggota DPR/DPRD yang belum punya jasa apa-apa terhadap bangsa dan negara begitu duduk di kursi empuk langsung digaji puluhan juta rupiah. Kalau direnungkan seandainya negeri ini masih dijajah Belanda, apakah mereka bisa menjadi anggota DPR atau pejabat tinggi?
“Boro-boro untuk sekolah di universitas, masuk sekolah Hollands Inlandsche School (HIS), setaraf SD sekarang tidak bisa kalau bukan anaknya ambtenaar (pejabat wilayah setingkat lurah, red),” celoteh Sersan Mayub Hasan (67), salah satu legiun veteran yang kini tinggal di gubuk tua di Kawasan Paledang.
Dia menceritakan betapa perihnya hati saat mengetahui informasi bahwa besaran dahor hanya cukup untuk membeli beras dan lauk seadanya. Pria paruh baya lima anak ini mengatakan, nasib veteran saat ini sungguh memprihatinkan. Para veteran yang dulunya berjuang melawan penjajah tanpa memedulikan hidup dan matinya untuk membantu memerdekakan negara kita saat ini cenderung tidak dipedulikan oleh pemerintah.
Dia juga meminta supaya pemerintah menyediakan rumah khusus untuk para veteran. “Kondisinya, saat ini adalah rumah dinas hanya untuk pegawai aktif saja. Banyak veteran yang tidak memiliki rumah, seperti saya ini masih ngontrak di pinggir kali,” ungkapnya.
Cerita miris berbeda diungkapkan Suyadi (63). Pensiunan sersan ini mengaku sudah tiga tahun belakangan ini mencukupi kebutuhan dapur dengan mengandalkan jahit sepatu dari para pelanggannya. Dahor yang diambilnya setiap bulan nampaknya hanya cukup untuk membayar listrik bulanan.
Tak hanya itu, istrinya, Sularsih (53), akhirnya juga terjun membantunya mengais rupiah dengan menjual sayur di Pasar Anyar setiap Subuh.
Hanya gubuk tua berukuran 30 x 40 meter di kawasan Bubulak dan dua seragam yang kini menjadi warisan perjuangannya. “Ah, yang penting sekarang berpikir mencari makan Mas. Bingung kalau ditanya masalah penghargaan,” ungkapnya.(*)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar. Mohon untuk tidak berkomentar yang bernada SPAM atau berbau PORNO. Harap Menyertakan Link Sumber bila ingin Mengcopy Paste artikel Blog ini.
Copyright © Real-Sabian.Blogspot.com